07.38

Buntu.

“There’s nothing you can say, there’s nothing I can do”.
Buntu.

Biasanya saya tak menyerah, tapi kali ini, rasanya mau mati. Sendiri.
Ya tentu saja..dia yang saya maksud, tidak akan mau menemani saya mati. Menemani sewaktu saya hidup saja dia tak mau, apalagi menemani saya mati. Makanya, saya mau mati. Sendiri.

Saya jadi sering bertanya, apakah nanti jika saya mati, sendiri, dia masih tak punya apapun untuk dikatakan? Tak juga rasa menyesal karena telah menyingkirkan saya dari antrian panjang untuk bersamanya? Tak juga rasa iba karena tak pernah berhasil membuat saya pergi darinya sebentar saja meskipun telah menyakiti dengan semua cara? Saya selalu kembali padanya. Tak mau pergi dari hidupnya. Cara apalagi yang bisa kau coba? Saya jamin, tak akan berhasil. Tak percaya?

Apakah nanti, jika saya mati, sendiri, dia masih belum menyadari bahwa sayalah sejati? Bahwa sayalah yang paling mengerti? Bahwa selama ini dia bersama perempuan-perempuan yang tak punya arti?

Nanti, jika saya mati, sendiri, ingin rasanya tetap ada dalam hidupnya. Tetap berada disebelahnya. Hey, bukannya nanti jika saya mati, saya bisa bebas kemana saja? Diatas pohon, dipekuburan, dirumah tua kosong, …atau terus ada disampingnya. Saya tak akan lagi mengganggunya, dia bisa tetap bersama siapa saja. Perempuan-perempuan yang tak punya otak dan harga diri. Perempuan-perempuan yang tak akan mengerti. Perempuan yang sedang bersamanya saat ini.
Nanti, jika saya mati, sendiri, dia mungkin tak akan tau, dan tak akan terganggu lagi.

Saya hanya ingin bersamanya selalu. Tidakkah kau tau?

-Sometime in June 2008-