08.16

From a BiTch, to the oTheR oNe..

ini surat saya, buat seorang sahabat baik. Semoga bisa jadi inspirasi buat yg lainnya jika kalian ternyata punya jalan hidup yang mirip. Hey, at least, you're not alone...


Bitch,
Believe me, I know how you feel..


Saya tau rasanya bertahan pada satu hubungan yang –sebenernya kita tau- itu ga sehat. Mengesampingkan realita yang –sebenernya kita aware- untuk percaya bahwa harapan itu pasti terwujud. Saya tau banget.

Ya itulah bitch.. yang kita kira realita, ternyata sama sekali bukan. Itu cuma harapannya kita. Mimpinya kita doang ternyata. Kita.. yg selama ini ngaku realis, ternyata terjebak juga ya sama mimpi.. Tanya Fraud, ini termasuk alam bawah sadar atau engga? Ini memang unconsciousness, atau kitanya yang terlalu terobsesi ama pengharapan yg kita buat sendiri?

Hmmm… pengharapan vs realita. Duel maut bitch.

Kamu ga akan bisa berbuat apa2.. menghujat dia, menghujat keluarganya, menulis yang terburuk tentang perempuan itu, membuang semua pemberiannya, menangis, teriak, bercinta dengan banyak pria lain, pergi keluar kota, atau bunuh diri sekalipun, tidak akan membuat kenyataannya berubah.

Believe me, yang terberat bukan jika suatu hari kamu bertemu perempuan itu, atau membayangkan betapa dia jauh lebih hebat dari kamu. Yang terberat adalah mengaku kalah, dan menerima kekalahan itu. Tapi itulah tugasmu sekarang. Deal with it.

I’ve been there, and I survive.
We’re the super bitch, so I know you’ll make it too.
Don’t make any “someday I will”, or “someday he will” karena itu akan bikin pengharapan baru tentang kamu, dia, atau dia..
And you know that the other bitchez are gonna be around anytime you need us.

I love you, we love you… so fight, bitch!! Fight!!!


08.11

YaKin.

Aku tak tahu alasan apa yang tepat untuk menjelaskan situasi ini. Jika kalian bertanya seyakin apa aku padanya, hanya ada satu jawaban yang akan keluar dari mulut jahatku ini : saya yakin. Seyakin-yakinnya.

Dia.

Hmmm bahkan menulis sesuatu tentang dia pun aku kesulitan. Terdiam tiba-tiba. Padahal biasanya lancar sekali aku memikirkan kata-kata, menuliskannya, atau mengucapkan kata-kata itu langsung pada orang yang dituju. Well, tidak padanya.
Dia bikin aku diam. Tapi dalam diam itu pula aku berlompatan. Jungkir balik, tertawa terbahak-bahak, bertepuk tangan sekerasnya, mengangkat tangan keudara, membiarkannya bebas. Serasa dalam diam pula, ada angin semilir meniup wajah. Pelan, lalu lama-lama jadi nyaman.

Dia bikin aku tak perlu repot berkata-kata. Dia ajari aku menjelaskan dengan diam. Mungkin kalian tak akan paham, tapi dia tau maksudku. Dan itu, adalah lebih dari cukup untukku.
Jadi, ketika kalian bertanya seyakin apa aku padanya, jawabannya akan tetap sama : seyakin-yakinnya. Tak perlu panjang menjelaskan mengapa aku yakin. Tak perlu alasan untukku menjadi yakin. Aku dan dia tau yang sebenarnya. Kami menyimpannya hanya untuk kami saja. Lalu kami diam.

My friend once said, sometimes you don’t have to have any reason to do something. Sometimes it just happens, you just can’t help yourself into it. And that’s what happening to me at the time. I don’t have any explanation of why I care about this guy so much. All I know is that I want to be with him all the time.

all
the
time.

..for good.