22.33

Bullsh*t...!

Bullshit..

Saya terjebak dalam bullshits. Feodalisme. Kekuasaan searah. Apalah namanya. Saya jengah.
Tak pernah jumpa, apalagi terbiasa dengan sistem jaman dulu seperti itu. Lahir diawal tahun 80an, saya tumbuh dengan ajaran membenci Pak Harto. Tidak punya pemimpin idola karena saya anggap hampir semua pemimpin itu sama adanya. Megalomaniac. Gila kekuasaan. Berwaham kebesaran (pinjem istilahmu, Tiek).

Orang-orang itu, menurut saya, hidup dengan nista. Orgasme dengan tundukan kepala. Mencandu puji dan puja. Toleran dengan dusta. Asalkan mereka puas. Asalkan mereka di udara.
Nista.

Dan saya, sedang terjebak didalamnya. Dilemma antara “demi” dan “tapi”. Masih mencari apakah saya kuat bertahan demi, atau saya harus mundur karena tetapi.
Yah, klisenya, saya hanya tinggal memilih. Ikuti arus bullshit ini, atau keluar saja segera. Korbankan yang sudah terimpikan, cari lagi peluang. Untuk itu saya butuh tambahan doa. Berharap dan berdoa sendirian tak mungkin cukup untuk dapatkan jawaban. Bantu saya yuk, pembaca?

08.12

Pesta

Ya, dunia saya adalah pesta. Warna-warni, penuh musik, enjoyable sekali. Saya mencintai pesta itu lebih dari apapun didunia ini. Saya pikir, inilah cara saya berterima kasih pada Yang Maha Memberi. Mensyukuri yang sudah diberikan untuk saya dengan cara menikmati. Semuanya. Tanpa protes, tanpa bertanya mengapa, tanpa menyesal, tanpa meminta. Ikhlas, saya cinta hidup saya dengan segala yang ada didalamnya.

Pernah suatu waktu, seorang teman berusaha sekuat tenaga mempengaruhi saya untuk keluar dari pesta saya. Untuk bergabung dengan dia dan teman2nya. Untuk menjadi sama, untuk kemudian tak istimewa.

“hah!” kata saya,
“untuk apa saya bergabung dengan kalian yang yang tak punya beda? Saya adalah beda, saya menikmatinya, saya tak perlu berubah menjadi kalian untuk menjadi sama. Saya beda. Saya istimewa. Dan misalnya suatu saat nanti saya tampak seperti kalian, bukan berarti saya melakukannya karena ingin terlihat sama, tapi karena saya benar-benar menemukan sesuatu yang bisa membuat pesta saya jadi lebih meriah”

Dan dia disana. Muncul dan menawarkan diri untuk masuk ke pesta saya. Diam dan diam disana sampai saya mengijinkannya. Tersenyum dan tertawa melihat tingkah saya berpesta. Tak pernah dia mengeluh karena saya membiarkannya tetap di pintu saja, tak juga dia komentar tentang pesta saya, tak juga dia membandingkan dengan hidup orang lainnya.
Dia tetap disana.
He stays.

Pernah saya menyuruhnya pergi, ke tempat lain dimana dia bisa bergerak bebas, berbahagia, tak hanya melihat saya berpesta. Tapi dia diam saja. Sejenak berkata bahwa dia menikmatinya. Menikmati setiap waktunya memperhatikan tingkah saya, menikmati aura pesta, menikmati masanya berdiam disana, menikmati yang sudah dinantinya sekian lama.

“Apa yang selama ini kau cari?” saya menghentikan pesta sejenak untuk bertanya.
“Yang saya butuhkan untuk tenang. Saya ingin berjumpa bahagia” Jawabnya.
Lalu dia lanjutkan dengan “saya tahu yang selama ini saya mau, tapi saya belum juga berjumpa dengan bahagia. Lama saya mencari dimana bahagia berada, tapi tetap saya tak bisa menemukannya. Seseorang pernah berkata, bahagia akan melihatmu jika kau tahu apa yang sebenarnya kau butuhkan. Ketika kau penuhi kebutuhan itu, bahagia akan ada disana. Tak akan meninggalkanmu.”

“Pesta ini membuat saya tenang, rasanya tak mau apa-apa lagi. Saya merasa cukup, sepertinya saya melihat bahagia berjalan menghampiri saya. Akhirnya saya berjumpa dengannya. ”

Saya mulai memperhatikannya yang berdiri saja dipintu tempat pesta. Jawabannya menarik hati saya.
Lalu karena ingin menghormati kesediannya untuk selama ini tidak diperhatikan, saya mengajaknya masuk. Saya pikir, saya tetap punya hak untuk mengusirnya dari pesta jika ternyata dia hanya ingin mengacaukannya.
Sungguh, awalnya hanya itu saja alasan saya. Ketika ternyata saya malah menikmati pesta bersamanya, saya tak dapat menjelaskannya. Ini terjadi begitu saja, saya bahkan tak pernah membayangkan pesta saya bisa dihadiri orang selain saya.

Ketika dia terlibat didalamnya, saya diam saja. Tersenyum dan tertawa melihatnya bertingkah memeriahkan pesta, memasang lebih banyak balon dan pita, menambah warna dimana-mana, menggabungkan musik saya dan musiknya, mengajak saya berdansa bersama.

Dan lihatlah saya!
Bahagia dengan yang baru didunia saya.

02.05

falling in lust..

I'm in a lotta lust..

Percaya tidak, kita bukan hanya bisa fall in love, tapi ternyata juga bisa fall in lust. Haha, tadinya saya juga tak menyangka.. this guy i've met, Gosh! So hot.
He's not a type of mine, not even close. Tapi setiap saya melihatnya, terbakar rasanya. Yes, he's that hot.

Penasaran. Pertama kali bertemu, itu yang ada dipikiran saya. Bad boy, dengan segala gaya sok cuek-nya, dengan pesona bahan pembicaraan yang dia lontarkan, dengan cara tertawanya yang lepas, dengan rokok yang tak pernah lepas dari tangannya. Saya tergoda. Tak tahan untuk tak mengenalnya. Dan ternyata, semakin saya kenal, semakin penasaran saya dibuatnya.

Mysterious person. Bayangkan saja, dia tak pernah sekalipun bercerita tentang keluarganya. Not even once! Saya tau, ada yang tak beres disana, tapi siapa yang peduli? Saya hanya tertarik padanya, tidak tertarik pada yang lainnya. Ya maaf saja, dari awal saya memang penasaran ingin menaklukkannya, menjadikannya ada dibawah atau dibelakang saya. Oops, maaf lagi. Kejujuran memang bukan anggota badan sensor blog ini, jadi nikmati saja lah ya?

Someway, akhirnya saya bisa menguasainya. Dugaan saya tak salah diawal jumpa, he's a s** god! Mengutip dari buku yang saya baca: he's a sinfully delicious! Ah saya jatuh cinta. Bukan padanya, tapi pada apa yang dia perbuat pada saya. I'm in a lotta lust. So deeply falling in lust. Gila kedengarannya pasti, tapi jika kau bersiap untuk menghujat, bayangkan dulu orang seperti dia datang ke kehidupanmu. Hmmm, tetap tak tahan untuk mengatai saya? Berarti kau tak pernah punya seseorang yang begitu hebat diranjang dan memujamu habis-habisan.
Hehehhehehe... saya hanya bisa tertawa kalau begitu adanya.
Dunia saya jadi indah kembali, kami saling memuja dan memuji. Rasanya seperti bersama dalam dosa besar ini. Berdua menjadi iblis yang paling hina di bumi.

Tapi, tunggu sebentar, apa ini?
Ah! kenapa dia harus menulis kata-kata seperti itu dalam smsnya pada saya?
“aku sayang kamu”

....saya hanya ingin menikmati, sayang.. bukan dimiliki.. Diam saja lah, dan nikmati hidup ini.
Kapan kita kesana lagi?

02.04

pathetic sl*t...

My life is none of your business..

Saya dikirimi e-mail dari seseorang yang sedang mengalami sakit hati. Masalah klise bagi saya. Beda agama, pacarnya bertemu perempuan lain yg lebih menarik (plus seagama), lalu dia ditinggalkan. Klise. Sangat klise.

Coba baca penggalan e-mail yang ditulis oleh perempuan pathetic itu untuk saya..
“...dan dia dah bersumpah mandul kalo dia lebih cinta ke aq dari R***, dan aq tau R*** sebagai pelarian aja”
Yeah..yeah.. mau dia sumpah mandul atau sumpah pocong, dia tetep lebih milih R*** bukan? Perempuan bodoh.. Pantas lah lelakimu mudah terpikat perempuan lain.
Hahahaha saya jadi teringat, saya juga pernah jadi perempuan bodoh, ditinggal lelaki karena dia lebih enjoy bersama perempuan lain. Tapi otak saya tak sedangkal itu lah, berfikir bahwa menyuruh lelaki bersumpah mandul itu ada gunanya... come on.. what next? Beli tiket kereta ke Jombang untuk mengantri bertemu Ponari?

“aq tau gmn cara hadapi patahhati... paling tidak lebih patah hati km te, karena km dah bela2in pergi kejogja dan km dah melakukan hubungan terlarang. Yah pasti km susah ngelupainnya...”
Woooaa.. ini sudah melewati batas sopan menurut saya. Saya tak pernah berteman dengannya, tak pernah nongkrong bareng, bergosip di telepon, atau saling bertukar masalah termasuk masalah sex. Hah! Who the hell she think she is? Let's go find out..
Oh! by the way, kalau2 dia baca tulisan ini, fyi..lelaki yang pernah saya tiduri bukan hanya yang di Jogja kok Bu, dan saya bukan perempuan sehina itu, yang patah hati cuma karena sex. Oh ya, satu lagi, kapan itu saya menginap dihotel yang sama denganmu, direkomendasikan oleh lelakimu, berdasarkan pengalamannya disitu, denganmu... Hahahahaha!

“aq seorang konselor dan paling tidak segala teori aku tau.. dan aq mau pake jalanku sendiri untuk ngadapi masalahku”
huwahahahaha ini yang bikin saya sakit perut! Dia sebut dirinya konselor, huh? Hanya karena dia bekerja sosial mendengarkan curhat lewat telepon, dia pikir dirinya konselor... Ah. Saya semakin yakin, lelakinya itu sangat tepat memilih keputusan. Siapa yang tahan dengan drama queen seperti itu? (fyi, she doesn't know apa itu drama queen.. sumpah! Dimana dia hidup selama ini ya?)

Sudah deh. Cukup menghujatnya. Tak perlu lah lebih lanjut menghina perempuan hina. Well, patah hati memang bukan urusan yang gampang untuk diselesaikan. Bagi siapa saja yang pernah mengalaminya, mari ramai-ramai mengaku bahwa sakit hati jauh lebih merepotkan dari sakit apapun. Susah cari obatnya. Batu ponaripun belum tentu bisa mengatasinya. Saya akui saja, sebagian besar tulisan saya adalah tentang hati saya yang patah, lalu utuh lagi tiba2, lalu patah lagi, hancur, kemudian utuh lagi. Hebatnya Tuhan Yang Maha Kuasa, diciptakannya entah bagaimana, hanya hati yang bisa remuk lalu utuh kembali.

01.53

hati vs otak

Saya masih tak tertarik dengan komitmen. Trauma saya dibuatnya. Dari awal saya mulai berhubungan dengan lelaki, saya tak pernah tertarik dengan komitmen. Bagi saya komitmen itu tak ada gunanya. Sama sekali tak ada gunanya.
Suatu waktu dalam hidup saya, untuk pertama kalinya saya temukan lelaki yang bikin saya merasa jadi perempuan seutuhnya: cengeng, dan berhati. Ya, berhati, mempunyai hati. Percaya pada hati. Padahal tak pernah saya percaya pada hati. Hati selalu membuat realita menjadi bias, bayangannya pun tak kelihatan jika hati sudah berdiri menantang. Saya lebih memuja otak, yang selalu membawa saya pada jalan yang benar. Jika sudah otak yang memutuskan, saya tak pernah menyesal menjalani sesuatu. Tidak seperti saat saya berhati. Saya menyesali, sampai saat ini.
Hati yang menggoda saya untuk percaya padanya, dan dengan bodohnya saat itu saya ikut saja. Hati merasa saya cinta pada lelaki itu, lalu berbisik pada saya untuk memulai sesuatu yang baru, membujuk saya agar pelan-pelan merubah mind-set yang selama ini dikuasai otak, memanggil harapan untuk berkolaborasi membius saya.....untuk berkomitmen.
Saya pasrah saat itu, saya ingat benar, hati tertawa. Mengubah background hidup saya yang tadinya hanya hitam, putih dan merah (simbol yin, yang, plus fearless menurut saya) menjadi penuh warna dan bunga. Saya bahagia. Berterima kasih pada hati yang bisa berbuat sedemikian indah pada hidup. Tak menyangka, sama sekali tak menyangka ada banyak warna lain dalam dunia.
Tapi...
ketika kenyataan tiba2 muncul, menunjukkan pada saya bahwa ada perempuan lain yang meratui hidup lelaki saya saat itu, hati membuat saya sakit! Hati bikin saya menangis berjam-jam, diam tak bergerak bermenit-menit, kesakitan merasakan akibat perbuatannya pada saya. Lalu harapan, yang tadinya selalu bersama hati, hilang pergi begitu saja. Melepas semua tanggung jawab yang sudah diperbuatnya. Saya tak sempat menoleh padanya, tak sempat saya perhatikan, apakah harapan meninggalkan saya sambil tertawa keras, mensyukuri saya yang terperdaya.

Saya tak mau lagi percaya pada hati. Tak akan! Tak juga akan memberikan kesempatan pada harapan untuk mengujungi saya meski hanya untuk sekedar menyapa. Huh! Tak usah saja. Saya akan baik saja dengan otak dan realita. Saya tak mau tertipu untuk kali kedua.

....kemarin, ada lelaki yang mengajak saya berkomitmen. Saya lihat ada hati dan harapan tersenyum manis bersamanya. Saya langsung muak. Bukan karena lelaki itu, tapi karena melihat senyuman hati dan harapan. Saya usir mereka, saya tak mau berjumpa.
Entah apa yang dirasakan lelaki itu saat saya bilang tak mau berkomitmen dengannya. Yang penting, saya masih bersamanya. Tanpa hatipun, saya bisa bahagia.

07.38

Buntu.

“There’s nothing you can say, there’s nothing I can do”.
Buntu.

Biasanya saya tak menyerah, tapi kali ini, rasanya mau mati. Sendiri.
Ya tentu saja..dia yang saya maksud, tidak akan mau menemani saya mati. Menemani sewaktu saya hidup saja dia tak mau, apalagi menemani saya mati. Makanya, saya mau mati. Sendiri.

Saya jadi sering bertanya, apakah nanti jika saya mati, sendiri, dia masih tak punya apapun untuk dikatakan? Tak juga rasa menyesal karena telah menyingkirkan saya dari antrian panjang untuk bersamanya? Tak juga rasa iba karena tak pernah berhasil membuat saya pergi darinya sebentar saja meskipun telah menyakiti dengan semua cara? Saya selalu kembali padanya. Tak mau pergi dari hidupnya. Cara apalagi yang bisa kau coba? Saya jamin, tak akan berhasil. Tak percaya?

Apakah nanti, jika saya mati, sendiri, dia masih belum menyadari bahwa sayalah sejati? Bahwa sayalah yang paling mengerti? Bahwa selama ini dia bersama perempuan-perempuan yang tak punya arti?

Nanti, jika saya mati, sendiri, ingin rasanya tetap ada dalam hidupnya. Tetap berada disebelahnya. Hey, bukannya nanti jika saya mati, saya bisa bebas kemana saja? Diatas pohon, dipekuburan, dirumah tua kosong, …atau terus ada disampingnya. Saya tak akan lagi mengganggunya, dia bisa tetap bersama siapa saja. Perempuan-perempuan yang tak punya otak dan harga diri. Perempuan-perempuan yang tak akan mengerti. Perempuan yang sedang bersamanya saat ini.
Nanti, jika saya mati, sendiri, dia mungkin tak akan tau, dan tak akan terganggu lagi.

Saya hanya ingin bersamanya selalu. Tidakkah kau tau?

-Sometime in June 2008-

21.34

lost without you

Hey baby..
how is it going in your life at the time? Things are going not so well without you here. Kamu tau kan, saya paling benci yang namanya dibatasi. Dalam hal apapun. But you know what? Rasanya jadi “hilang tanpamu” sekarang. Seperti tak ada lagi yang bisa membatasi. Semua saya yang urus sendiri. Heran? Ya, pasti kamu akan berkata: lho bukannya sebelum bersamaku kamu memang begitu? Merasa tak butuh orang lain dalam hidup, bisa mengatasi semuanya sendiri, merasa jadi perempuan paling kuat didunia..
well baby, I was wrong.
Ketika kamu tak ada lagi disini, saya melemah. Tersadar jika kamu adalah penambah kekuatan dalam hidup saya, saya mengaku kalah. Untuk pertama kalinya saya mengerti pentingnya tebatasi. Untuk akhirnya, saya mengerti pentingnya ada kamu dalam hidup saya.
I lost baby, saya tersesat. Kemana saya harus berjalan setelah ini? Selama ini setelah kau tak ada lagi, saya hanya diam. Bukan karena saya tak tau apa yang harus dilakukan, tapi saya tak tau untuk apa dilakukan. Diam, tak bergerak, seperti habis batere pada diri saya.
Saya kira saya tak mungkin seperti ini, merengek pada hidup, meratapi nasib, bertanya terlalu banyak mengapa. Meskipun saya tau, sebanyak apapun saya bertanya, tak mungkin jawabannya muncul kemuka saya. Mencoba berfikir realis seperti biasanya, tetap tak membuat kamu berkurang dalam otak, malah semakin rumit rasanya isi kepala saya ini. Saya jadi mengerti sumber inspirasi orang2 menciptakan lagu2 yang dulu saya anggap cengeng. Dari hati. Untuk pertama kalinya saya tau bahwa hati benar exist adanya.
This post-brokenheart things memang benar2 merepotkan saya. Setengah mati saya coba bangun dari sini, sekuat tenaga saya coba untuk bergerak, mencoba mengingat yang biasanya saya bisa lakukan sebelum ada kamu dalam hidup saya. Tapi setiap moment yang terlintas tiba2, setiap tempat teristimewa, setiap lagu yang kebetulan terdengar, setiap koran pagi yang saya baca, semua melemahkan niat saya. Saya melemah, tanpamu. Dan tanpa lagi rasa malu, saya mengaku.
Teringat alasanmu untuk pergi, karena saya tak cukup ada disana bukan? Karena itu kamu buka duniamu untuk perempuan lain yang bisa tiap saat hadir disana. Diduniamu yang tak pernah cukup saya mengerti, yang tak pernah cukup saya tau. Saya bilang “saya tak akan pernah rela” saya bersungguh tak akan bahagia untuk kalian berdua. Saya tak percaya dia bisa membuatmu bahagia. Mungkin saja bisa, tapi tak bisa bertahan lama. Saya bukan berdoa untuk itu, baby, saya yakin saja. Seyakin bahwa kamulah orangnya. Seyakin bahwa kamu tak akan ada gantinya. Seyakin bahagia saya saat kamu ada dalam hidup saya. Seyakin saya pada dunia yang tak akan terus meletakkan saya dibagian bawah saja. Seyakin saya bahwa kebahagiaan akan terus bersama kamu dan saya. Tanpa dia.
Saya tidak benci padamu, baby. Tidak juga pada perempuan itu. Saya tak benci pada apapun yang terjadi pada kamu dan saya. Saya hanya ingin melihatmu bahagia, meskipun tidak bersama saya. Hingga mungkin suatu saat saya bisa ikut bahagia meliatmu bersamanya.
Saya ingat kamu berkata “dia tidak bersalah”. Ya, dia tak mungkin salah, karena dia tak kenal saya, karena dia tak tau apa-apa, karena dia tak tau mengapa dia bisa memikatmu sehingga meninggalkan saya. Ya, saya tau, dia tak bersalah. Dan saya, tidak menyalahkannya atas kepergianmu meninggalkan saya, untuk bersamanya.
Baby, setiap benci dari pikiran saya, setiap caci yang keluar dari mulut sahabat2 saya, setiap usaha untuk membuatmu tak ada, tidaklah nyata bagi saya. Yang nyata hanya hampa. Yang terasa hanya tak ada. Ketidak adaanmu di dunia saya.
I'm lost without you, baby..

saya kangen kita..

19 Januari 2009