05.29

WhaTeveR wiLL be, wiLL be Lah!

“Janji-janji yg terbatalkan, even2 penting yg terlupakan, moment special yg tak dapat dihadiri…”

..yang tertulis di balasan sms dari sahabat saya ketika saya bertanya, “resiko apa yang mungkin akan terjadi padaku karena menjadi pasangan seorang wartawan?”

Yup. Pasangan (meminjam istilah sahabat saya itu untuk menyebut seseorang yg sangat dicintai dan diharapkan ada untuk selamanya bersama) saya adalah kuli tinta. Wartawan. Manusia super, bahasa saya, karena kerjanya memang perlu kekuatan luar biasa supaya bisa survive. Pergi pagi-pagi mencari berita, memeras otak sorenya untuk menuliskan berita tadi agar mudah dibaca esok paginya, pulang larut malam dan masih harus mandi dan membereskan tempat tidur. Manusia super. Kalau saya, pasti sudah KO dihari ketiga.
Dan, ya, saya jatuh cinta.
Pada kuli tinta.

Ya, dia adalah wartawan ketika pertama kali saya berjumpa. Ya, dia adalah wartawan ketika pertamakali saya leleh karena sikap dan pemikirannya, dan ya, dia adalah wartawan…hingga sekarang saya tak bisa tanpanya.
Sama dengan sahabat saya (mungkin karena ini kita jadi sahabat ya Jeng? Banyak sekali persamaan, termasuk pemilihan pasangan.. =p), kami jatuh cinta pada wartawan. Manusia-manusia super itu.

Dan sahabat saya berucap, lewat sms, “Janji-janji yg terbatalkan, even2 penting yg terlupakan, moment special yg tak dapat dihadiri…”
Kumpulan kata yang sama sekali belum pernah terlikirkan oleh saya untuk menjadi pasangan wartawan. Sungguh, saya tersentak. Apa saya siap?

Well, in my defense, selama ini dunia memaksa saya untuk jadi seorang perempuan yang kuat. Dalam hal apapun. Hati, otak, dan fisik. Saya rasa tak akan ada masalah yang timbul jika yang mempersulit hanyalah jarak dan waktu. Saya punya hidup, dan dia membebaskan saya untuk menjalaninya dengan cara saya (that’s why I love you…), dia pun punya kehidupannya, yang saya biarkan dinikmati dengan caranya sendiri, sementara “kami” akan tetap disana, dimana-mana.

“Janji-janji yang terbatalkan, even2 penting yg terlupakan, moment special yang tak dapat dihadiri…”
Hampir saya goyah, sedetik tak yakin dengan apa yang saya punya. Wondering tentang kekuatan yang saya miliki. Meragukan idealisme, menimpanya dengan bertanya, sanggupkah mengimbangi realita?

Hmmm.. saya masih tak sanggup membayangkan yang akan terjadi nanti. Malas rasanya mengira-ngira yang belum (tentu) terjadi. Well, some say, what will be will be. Who knows what tomorrow will brings you. Yang saya tau, saya hanya ingin dia ada.
Selalu ada, meskipun tidak selalu disamping saya.

Karena saya
..tidak bisa tanpanya
(ternyata…)

20 agustus 2008

09.09

gombalku buatmu..

sayang,
aku tak butuh kabarmu..
..tak juga berguna fotomu disebelah ranjangku
yang selalu terlihat kala mataku terbuka
tiap pagi buta
atau hendak menutup ketika malam tiba..

sayang,
tak perlu kau balas sms-smsku
aku juga tak terlalu ingin dengar suaramu..
..membayangkanmu tak cukup hilang hausku

sayang,
tak berguna fotomu disebelah ranjangku

...aku ingin ketemu...



(pasti kamu langsung bilang : gombaaaaaaalll...!!!) hehehe
15 agustus 08, 23.19

03.25

Penuh dia.

26juli2007

Hati, kepala, otak, dan rasa. Penuh dia. Ada dimana-mana. Saya harus menghentikannya. Tolong saya, saya tak bisa. Saya jatuh cinta. Saya rasa iya. Tidak, tidak bisa. Saya tak boleh jatuh cinta. Saya tau apa rasanya, saya tau bagaimana akhirnya. Saya benci jatuh cinta. Tapi hati, kepala, otak, dan rasa, penuh dia. Ada dimana-mana. Tolong saya. Saya harus menghentikannya.


Saya tak mau! Jangan paksa saya untuk berharap! Saya tau kemana harapan saya selalu pergi. Ke tempat sampah patah hati, dimana sedih, tangis, dan sakit yang tidak diharapkan siapa-siapa berkumpul. Menjadi satu dalam tempat sampah itu. Saya benci berharap. Saya tak mau.


Sumpah saya butuh bantuan. Siapapun yang bisa membunuh harapan saya sekarang, tolong bunuh saja. Saya benci melihat harapan saya dibuang ke dalam tempat sampah itu karena tak ada yang peduli pada apa yang saya harapkan. Menoleh sedikit untuk sekedar tersenyum pada harapan saya pun tidak. Yang selalu mereka lakukan adalah tertawa setiap harapan saya berakhir di tempat sampah itu. Saya benci berharap!


Tolong saya, saya tau jatuh cinta selalu pergi bersama harapan. Berjalan seiringan, dengan sakit hati yang selalu siap dibelakang, mencari celah dan waktu yang tepat untuk ikut bercengkrama lalu mengambil alih suasana. Saya benci itu semua. Tolong saya, saya tak tau caranya mengusir harapan pergi.


Sumpah saya butuh bantuan. Siapapun yang bisa membunuh harapan saya, tolong bunuh saja. Karena jika tidak, maka harapan akan membunuh saya pelan-pelan. Dengan kuasa sang sakit hati yang selalu mengintai di belakang, mengambil alih suasana, menyebar kesedihan dan sengsara, menggerogoti hati, kepala, otak, dan rasa. Membiarkan saya mati pelan-pelan karena harapan. Tolong, bunuhkan harapan saya.


Hati, kepala, otak, dan rasa. Penuh dia. Ada dimana-mana. Saya harus menghentikannya.

03.22

ouch..

Ouch it hurts..

Deal with the real. Pengharapan dan pemikiran yang jauh dari imajinasi. Keluar dari jalur kenyataan. Salah jalan. Harus memaksakan diri kelar dari labyrinth otak, padahal sudah jauh saya berjalan.. dan berlari. Fuck! I hate this. Benci untuk mengaku kalah. Benci untuk mengalah. Benci harus mundur lagi, mengingat-ingat jalan keluar dari sini.

Fight. Lawan yang saya tantang bukan kelas rendahan. Saya harus maju lawan kenyataan.. senjata andalan saya remuk dikalahkan. Ego saya babak belur, tak bisa bertahan. Saya kalah. Menyerah pada realita.

Time heals. Saya butuh waktu. Untuk bantu saya sembuh. Dimana waktu? Tak bisakah saya bertemu? Rasanya seperti terjebak ditengah. Tanpa waktu, tanpa apa.