21.22

Girl power..! (oh so last year)

Dua atau tiga hari yg lalu, koran lokal bikin halaman baru, halaman khusus perempuan katanya. Isinya? Profil perempuan, resep masakan, konsultasi dokter tentang masalah perempuan, gossip selebritis, dan tulisan-tulisan amatir dari mahasiswi-mahasiswi pembaca tentang…..gender.
Well, sebagian besar rubrik yg terdapat dihalaman tersebut sudah terdapat dihalaman koran setiap hari, sebelum-sebelumnya. Mereka hanya memindahkan letaknya saja, mengelompokkan rubrik yg mereka anggap “untuk perempuan”, kemudian menambahkan kata-kata yang dianggap akan membuat perempuan bangga jika membacanya. Oh God..
Penuh dengan tulisan “memuji” perempuan, saya heran. Bukankah agak sedikit (sedikit?) terlambat untuk membuat puji-pujian berlebihan untuk perempuan semacam itu?
“…memedulikan perempuan tidak boleh musiman. Harus terus menerus tanpa henti”
“sebab sesungguhnya laki-laki sangat perlu belajar tentang perempuan. Supaya bisa lebih ‘pink’ dan lebih bisa memahami kelompok masyarakat yang lebih besar dari mereka.”
Dan yang paling bikin saya geli,
“ selama ini, kalau dipikir-pikir, perempuan dianggap sebagai ‘sebuah segmen’. Artinya, sudut pandang koran masih laki-laki banget karena melihat perempuan dari ‘seberang’, sebagai sebuah segmen.” (jadi halaman yang mengelompokkan hal-hal yang mereka anggap berbau perempuan menjadi satu, lalu memberi judul dengan font berwarna merah jambu, bukan segmenkah?)
Ah, please.. Tidakkah mereka tahu jika di negara ini sudah banyak koran yang mengkhususkan diri membahas resep, gossip, profil, dan lainnya? Bahkan dengan karyawan dan bos yang tidak harus perempuan. Tidakkah mereka tahu bahwa didunia ini, perempuan sudah tak perlu lagi dijunjung dengan kata-kata agar mereka “sadar” jika mereka istimewa? Tidakkah mereka sadar bahwa yang mereka anggap “baru” itu adalah sebenarnya basi?
Geli saya membaca rubrik-rubriknya, ditambah kata-kata pengantar dari sang pimpinan. Berlebihan. Belum lagi tulisan-tulisan amatir yang dimuat, sebagian besar adalah tentang perbedaan gender. Oh please (lagi), masih perlukah mengekspos para perempuan yang mengasihani diri sendiri karena mereka “perempuan”? No, Stop it! Kalau masih ada yang merasa tertindas-karena-saya-perempuan, please deh… We’ve learned, years ago, to do something instead of meratapi nasib dan mengembangkan emosi jiwa sebagai bentuk permisivitas sebagai perempuan. Kami sudah tidak perlu lagi membanggakan diri dengan berteriak-teriak “kami bisa kok seperti laki-laki”. If we want some, we just come and get some!
Well, what I’m saying is, kami perempuan sudah tak perlu lagi dikelompokkan. Kami bisa kok, membaur dengan tulisan-tulisan yang dianggap “milik laki-laki” itu. Membaca koran setiap hari, halaman-halaman yang sama dengan yang dibaca para lelaki, itu bukan problem bagi kami. Karena kami sama, kami setara. Tak perlu melabeli kami dengan warna “pink”, tak ada warna spesifik untuk menggambarkan siapa kami. Sama seperti setiap individu, tak peduli apa jenis kelaminnya. Bebas saja, bisa merah, putih, hitam, ungu, terserah.
So, bikin halaman khusus perempuan sih sah-sah saja, asal jangan berlebihan. Istilah “girl power” bagi kami sudah terngiang sejak tahunan yang lalu. Kami pun sudah menerapkannya sejak entah berapa tahun yang lalu. Jadi, biasa saja lah. Tak perlu mengatas namakan perempuan untuk mengelompokkan rubrik resep masakan dan gossip selebriti, sama seperti tak ada tulisan “khusus laki-laki” pada halaman olah raga atau otomotif. Jangan menulis tentang persamaan gender jika masih merasa terbedakan. Basi.

1 comments:

coretansibintang mengatakan...

so last year teh maknanya apa ?